Sragen, Jateng – Dalam upaya memperkuat integritas dan akuntabilitas di lingkungan Polri, Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sragen terus mendorong penerapan Whistleblowing System atau Distal Blower System sebagai sarana bagi anggota dan masyarakat untuk melaporkan setiap dugaan pelanggaran disiplin maupun kode etik yang dilakukan oleh anggota Polri.
Kanit Paminal Seksi Propam Polres Sragen, Ipda Agus Haryadi mewakili Kapolres Sragen AKBP Dewiana Syamsu Indyasari, menegaskan bahwa sistem pelaporan ini menjadi bagian penting dalam menciptakan budaya organisasi yang bersih, transparan, dan saling mengawasi.
“Kami membuka ruang seluas-luasnya bagi anggota maupun masyarakat untuk melapor apabila menemukan indikasi pelanggaran. Jangan ragu, identitas pelapor dijamin kerahasiaannya,” ujar Ipda Agus, Selasa (22/10/2025).
Menurutnya, keberadaan Whistleblowing System bukan hanya sebagai mekanisme formal dalam menindak pelanggaran, tetapi juga membentuk budaya saling mengingatkan dan mengawasi di antara anggota. Dengan adanya sistem ini, setiap personel akan lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak karena merasa bahwa setiap perilaku berada di bawah pengawasan bersama.
“Budaya saling mengawasi ini penting. Bukan untuk mencari kesalahan, tapi untuk menjaga marwah dan kehormatan institusi Polri. Setiap anggota punya tanggung jawab moral untuk saling mengingatkan,” imbuhnya.
Sebagai wujud nyata penerapan sistem tersebut, tim Paminal secara rutin turun ke Polsek jajaran untuk memberikan pembinaan dan pengawasan langsung.
“Seperti yang kami lakukan saat berada di Polsek, kami dorong anggota yang bertugas agar berani melaporkan setiap pelanggaran yang dilakukan anggota lain. Ini bagian dari membangun keberanian moral dan komitmen bersama dalam menjaga integritas,” jelas Ipda Agus.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa salah satu hambatan terbesar dalam penegakan integritas adalah adanya budaya diam (silent culture), di mana sebagian anggota enggan melapor karena takut atau sungkan.
Melalui sistem pelaporan ini, Propam berupaya mendorong terciptanya “off-silent code” atau keberanian untuk bersuara demi kebaikan organisasi.
“Jika ada pelanggaran, laporkan. Jangan tutup mata. Melapor bukan berarti menjatuhkan, tapi justru bagian dari menjaga kehormatan Korps Bhayangkara,” tegasnya.
Melalui mekanisme pengawasan terbuka dan sistem pelaporan yang aman, diharapkan muncul efek pencegahan (deterrent effect) terhadap potensi penyimpangan, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap Polri.
“Integritas itu bukan hanya slogan. Itu harus menjadi budaya yang hidup di setiap diri anggota Polri,” pungkas Ipda Agus.
Post a Comment